Share

BUDIDAYA PADI ORGANIK DENGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH

Materi Kursus Pemuda Tani

Oleh :Wawan Ruswanda , SP ,Penyuluh BPP Ciniru Kabupaten Kuningan@April2023


Meningkatnya pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis yang dapat menyebabkan degradasi lahan dan pencemaran lingkungan menuntut dikembangnya sistem pertanian organik. Kombinasi sistem pertanian organik dengan komponen teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah dapat meningkatkan produktivitas. Pertanian organik menurut Agus Kardinan (praktisi pertanian organik) merupakan sikap (attitude) atau tingkah laku (behavior) dari petani/operator dalam melaksanakan sistem bertani yang ramah lingkungan dengan cara memanfaatkan bahan alami dan tidak menggunakan bahan kimia sintetis serta hasil rekayasa genetik (genetically modified organisms = GMO). Yang ditekankan dalam sistem pertanian organik bukanlah hasil akhir melainkan proses produksi yang berkaitan dengan cara menghasilkan produk pertanian, sehingga yang disertifikasi adalah prosesnya bukan produk akhir. Sistem Pertanian Organik Sistem pertanian organik diatur dalam SNI-6729-2016 yang memuat prinsip-prinsip pertanian organik.

1.      Masa Konversi

Syarat utama lahan yang akan digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari bahan kimia sintetis. Jika lahan yang digunakan berasal dari lahan non-organik, maka lahan tersebut terlebih dahulu harus melalui masa konversi atau masa peralihan dari non-organik ke organik. Untuk tanaman semusim seperti padi, diperlukan masa konversi minimal 2 (dua) tahun dan pada situasi dan kondisi yang memungkinkan, masa konversi bisa diperpanjang atau diperpendek oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) tetapi tidak boleh kurang dari 12 bulan. Masa konversi dimulai sejak didaftarkannya petani kepada LSO atau sejak terdokumentasikannya kegiatan pertanian organik oleh petani yang dibuktikan dengan adanya dokumen sejarah lahan dan lainnya.


2. Benih

Benih harus berasal dari tanaman yang diperbanyak secara organik paling sedikit satu generasi atau dua musim tanam untuk tanaman semusim. Apabila benih yang disyaratkan tersebut tidak tersedia, pada tahap awal dapat digunakan benih non organik tanpa perlakuan kimia (coating atau perendaman dengan bahan kimia) atau jika masih tidak tersedia maka dapat digunakan benih yang sudah mendapat perlakuan dengan bahan selain yang dilarang. Selanjutnya harus menggunakan benih organik. Tidak dibolehkan menggunakan benih yang berasal dari rekayasa genetik (GMO). 3. Pengelolaan Kesuburan Tanah Untuk pertumbuhan yang baik, diperlukan kandungan bahan organik minimal 2%. Teknik pengelolaan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: (a) mengembalikan jerami (sisa tanaman) ke sawah dengan ditebar atau dikomposkan terlebih dahulu dan tidak boleh dibakar; (b) memberikan pupuk kandang atau yang sudah dikomposkan dengan mikroorganisme pengurai atau pendekomposisi bahan organik atau mikroba dekomposer untuk mempercepat proses pengomposan; (c) memberikan bahan pembenah tanah dari stone meal; (d) penambahan pupuk hijau seperti: Titonia; (e) aplikasi MOL dan zat pengatur tumbuh spt air kelapa; (f) aplikasi nutrisi seperti pupuk cair, dan (g) penanaman kacang-kacangan. 4. Sumber Air dan Pencegahan Kontaminasi Air yang digunakan harus bersumber dari air yang tidak tercemar oleh bahan kimia yang berasal dari pupuk, pestisida, limbah rumah tangga dan limbah industri. Air yang dapat dimanfaatkan langsung adalah air dari mata


air, air hujan atau air dari sumur bor tanah. Air dari saluran irigasi atau sungai yang melalui pertanian konvensional harus dikelola terlebih dahulu sebelum digunakan, dengan tujuan untuk menghilangkan bahan pencemar. Air tersebut terlebih dahulu dialirkan ke suatu bak atau kolam penampung dengan ukuran 0,1 % dari luas lahan sedalam 50 cm dan diisi dengan tanaman penyerap kontaminasi seperti eceng gondok. Petani juga harus mengontrol dan mencegah setiap kemungkinan bocornya air ke lahannya.

3.      Bibit Muda

Bibit yang digunakan adalah bibit muda, umur 15 hari sebanyak 1-3 batang per rumpun tanam. Penggunaan bibit muda pada padi sawah memberikan beberapa keuntungan: (a) Bibit lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan; (b) Membentuk perakaran tanaman lebih dalam sehingga tanaman lebih tahan rebah dan kekeringan. Sedangkan keuntungan penggunaan bibit 1-3 batang per rumpun adalah: (a) Jumlah benih lebih sedikit (efisien) sehingga biaya benih lebih rendah; (b) Persaingan hara antar tanaman padi dalam rumpun relatif lebih kecil. 4. Jajar Legowo (Jarwo) 2:1 Tedapat beberapa sistem tanam jajar legowo, namun yang terbaik adalah jajar legowo 2 : 1 dengan jarak tanam 50 x 2 5 x 12,5 cm dapat meningkatkan hasil 21,6-31,2%.

Keuntungan sistem tanam jajar legowo adalah: (a) Meningkatkan populasi tanaman dan sekaligus meningkatkan produksi padi sawah, (b) Pemberian pupuk lebih efektif karena distribusi pupuk lebih merata dan langsung kepertanaman, (c) Lorong yang lebih lebar pada tanaman memudahkan dalam penyiangan, dan pengendalian hama serta penyakit, dan (d) Memudahkan dalam pemberian pupuk.

 

Sertifikasi Organik

 

Sertifikasi produk organik adalah suatu proses untuk mendapatkan pengakuan secara tertulis bahwa proses produksi sesuai dengan persyaratan sistem pertanian organik yang diatur dalam SNI-6729-2016. Produk yang diproduksi menurut sistem pertanian organik memiliki LOGO organik. Jika tidak ada logo organiknya, tidak dapat dikatakan produk organik yang legal atau tidak dijamin keorganikannya. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi.

Articles

Related Articles