Share

 


MENGENAL HAMA TIKUS

 

 

 


 

 

OLEH : KIKI SYAHRUL HIKMAT, S.Pt


KATA PENGANTAR

 


Brosur ini disusun dengan maksud membantu para petani dalam mengelola usahatani khususnya petani sawah. Penyusunan brosur ini penulis menggunakan beberapa bahan sumber untuk kelengkapannya.

Semoga brosur sederhana ini dapat digunakan sebagai pegangan dan dapat menambah khasanah tulis mengenai mengenal hama tikus dan strategi pengendaliannya.

Akhirnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Balai Penyuluhan Pertanian Mandirancan atas bantuannya.


 

PPL WKPP Mandirancan V

Balai Penyuluhan Pertanian Mandirancan

 

 

 

 

BALAI PENYULUHAN PERTANIAN MANDIRANCAN UPTD KETAHANAN PANGAN DAN PERTANIAN MANDIRANCAN

2023


 


DAFTAR ISI


 

 

Hal


Tikus merupakan salah satu hama yang saat ini menjadi masalah besar para petani. Tikus umumnya menyerang tanaman pada semua fase vegetatif dan generatif, bahkan saat masih dipersemaian. Tidak hanya satu musim, dilaporkan sudah ada


KATA PENGANTAR.................................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................................. 3

I.            TIKUS BINATANG SOSIAL CERDAS.................................................................. 4

II.         PERILAKU TIKUS.......................................................................................................... 5


III.       KEMAMPUAN INDERA TIKUS............................................................................... 7

IV.      KEMAMPUAN FISIK TIKUS..................................................................................... 8

V.      KEMAMPUAN BELAJAR TIKUS............................................................................ 9

VI.      FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POPULASI TIKUS............................ 10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 10


beberapa daerah yang mengalami gagal panen selama 4 musim tanam dikarenakan serangan binatang ini. Untuk itu mari kira kenali mereka.

I.              TIKUS BINATANG SOSIAL CERDAS

Tikus merupakan salah satu binatang yang cerdas. Ada empat alasan mengapa tikus dikatakan binatang yang cerdas. Pertama, tikus sangat mudah curiga dengan setiap perubahan di lingkungannya. Salah satunya adalah kecurigaan mereka terhadap kemunculan perangkap tikus, umpan yang dipasang di sekitar lingkungan yang biasa dilewati. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin apabila perangkap atau umpan yang dipasang tidak membuahkan hasil.

Kedua, tikus memiliki indra penciuman yang tajam. Tikus memanfaatkan indra penciumannya yang tajam untuk mendeteksi makanan yang tersedia di sekitarnya dan juga mengenali keberadaan tikus lainnya. Ini adalah alasan mengapa tikus umumnya takut pada bau manusia. Mereka dapat mendeteksi aroma manusia melalui minyak yang ditinggalkan oleh sidik jari manusia. Dalam hal meletakkan perangkap/umpan tikus disarankan untuk tidak dilakukan dengan tangan telanjang (harus menggunakan sarung tangan).

Ketiga, tikus merupakan hama yang lincah dan gesit. Tikus adalah salah satu jenis hama yang dikenal memiliki kemampuan yang baik untuk memanjat, menyelundup dan menggali. Tikus cukup lihai dan cerdas dalam menemukan setiap


 


titik masuk kedalam lubang-lubang yang ada disekitarnya dan mencari tempat berteduh serta menemukan sumber makanan untuk berkembang biak.

Keempat, tikus adalah hewan sosial yang suka berkomunikasi satu sama lain. Tikus berkomunikasi dengan tikus lainnya dengan menggunakan urin (urine making). Tikus akan keluar dari jalan mereka untuk buang air kecil pada tempat-tempat yang dilalui. Teknik komunikasi tikus ini berfungsi sebagai cara mereka menandai wilayah dari tikus lainnya di dalam suatu kelompok, dan cara ini juga berfungsi untuk mengarahkan tikus lainnya ke sumber makanan yang tersedia.

II.            PERILAKU TIKUS

Tikus merupakan hewan nokturnal yang telah beradaptasi dengan fenologi tanaman. Secara rutin, aktifitas harian dimulai senja hari hingga menjelang fajar. Selama periode tersebut, tikus sawah mengeksplorasi sumber pakan dan air, tempat berlindung, serta mengenali pasangan dan individu dari kelompok lain. Siang hari dilalui dengan bersembunyi dalam lubang, semak belukar, atau petakan sawah. Selama terdapat sumber pakan, ruang gerak (home range) berkisar 30-200 m dan teritorial 0,25-1,10 ha. Ketika bera dan pakan mulai terbatas, sebagian besar tikus sawah berangsur pindah ke tempat yang menyediakan pakan hingga 0,7-1,0 km atau lebih, seperti pemukiman, gudang benih, penggilingan dll. Pada awal musim tanam, tikus sawah yang berhasil survive kembali ke persawahan.

Berkaitan dengan pakan dan perilaku makan, tikus tergolong hewan omnivora yang mampu memanfaatkan beragam pakan untuk bertahan hidup. Kebutuhan pakan

±10-15% dari bobot badannya dan minum air ±15-30 ml per hari. Dalam


mengkonsumsi pakan, tikus sawah lebih dahulu mencicipi untuk mengetahui reaksi terhadap tubuhnya dan apabila tidak membahayakan akan segera memakannya.

Perilaku reproduksi ditunjukkan oleh pola perkembangbiakan tikus. Perkembangbiakan tikus sawah sangat tergantung keberadaan pakan. Selama bera (tidak ada makanan) tikus sawah dewasa tidak aktif reproduksi. Pada saat tidak aktif, testis tikus sawah kembali masuk dalam rongga perut (testis abdominal), dan akan kembali ke scrotum pada saat musim kawin (testis scrotal). Akses kawin terhadap sejumlah betina dikuasai oleh jantan dominan yang menguasai teritorial tertentu.

Tikus merupakan hewan terrestrial yang membuat lubang di dalam tanah sebagai tempat tinggal. Lubang yang dihuni tikus disebut “lubang aktif”. Pada umumnya, lubang aktif berisi tikus betina beserta anak-anak pradewasa. Selama aktif reproduksi, tikus jantan tinggal dalam petak lahan menunggu malam hari untuk kawin dengan betina dalam kelompoknya.

Sementara itu, perilaku sosial tikus mencakup perilaku dalam menjaga wilayah kekuasaan (territorial) dan tingkatan sosial (hierarkhi). Pada kerapatan populasi rendah hingga sedang, seekor tikus jantan dominan paling berkuasa atas sumber pakan, jalur jalan, lokasi bersarang, daripada tikus betina. Pada densitas populasi tinggi, jantan yang kalah kompetisi (subordinat) keluar mencari wilayah dan membentuk kelompok baru. Perilaku tersebut menyebabkan penyebaran populasi yang merata sehingga tikus sawah mampu mengokupasi wilayah yang luas (terutama di daerah endemik).


 


 

III.          KEMAMPUAN INDERA TIKUS

Penglihatan (vision) tikus beradaptasi untuk aktifitas malam hari. Meskipun buta warna, penglihatan tikus sawah sangat peka terhadap cahaya sehingga mampu mengenali bentuk benda di kegelapan malam hingga jarak pandang 10-15 m. Dalam keadaan gelap total, mobilitasnya dibantu indera penciuman, peraba, dan perasa.

Indera pendengaran (hearing) memiliki dua puncak tanggap akustik (bimodal cochlear), yaitu pada selang suara audible (suara yang dapat didengar manusia pada rentang frekuensi 20Hz-20KHz) dan pada suara ultrasonik (tidak dapat didengar manusia pada frekuensi >20Khz). Suara digunakan oleh tikus sebagai salah satu media komunikasi antar sesamanya. Misalnya, suara tikus berkelahi berbeda dengan tikus kawin, berpatroli, atau tertangkap predator.

Indera penciuman (smell) berkembang sangat baik. Tikus sawah mampu mengenali pakan, sesama tikus, dan predator dengan hanya menggerakkan kepala turun-naik dan mengendus,. Ketajaman penciuman juga digunakan untuk mendeteksi sekresi genitalia tikus betina dan jejak pergerakan tikus kelompoknya sehingga tikus mampu mengetahui batas-batas teritorialnya. Sedangkan dengan indera perasa (taste), tikus mampu memilah pakan yang aman dan menolak pakan yang tidak disukainya. Tikus sawah mampu mendeteksi (dengan mencicipi) air minum yang diberi 3 ppm phenylthiocarbamide, suatu senyawa racun yang berasa pahit di lidah manusia. Indera peraba (touch) berupa vibrissae dan kumis (misai) sangat membantu aktivitas tikus pada malam hari. Deteksi dilakukan dengan cara menyentuhkan sensor


peraba pada permukaan lantai, dinding, dan benda lain. Dengan cara demikian, tikus dapat menentukan arah dan mengetahui ada/tidaknya rintangan. Apabila merasa aman, tikus akan bergerak antar obyek melalui jalan khusus yang selalu diulang (runway).

IV.          KEMAMPUAN FISIK TIKUS

Aktivitas mengerat merupakan upaya untuk mengurangi laju pertumbuhan gigi seri. Tikus memiliki sepasang gigi seri. Bahan yang mampu dirusak hingga 5,5 skala kekerasan geologi. Tikus sawah tidak memiliki gigi taring, sehingga terdapat celah antara gigi seri dan geraham (diastema), yang berfungsi untuk membuang sampah terbawa pakan. Selain mengerat, tikus juga memiliki aktivitas menggali (digging). Tikus sawah tergolong hewan terestrial yang membuat lubang sarangnya di dalam tanah. Kedua tungkai depan digunakan untuk menggali tanah dan menambah lorong-lorong sarangnya.

Otot-otot tungkai tikus berkembang sempurna dan relatif kuat, sehingga mampu menopang mobilitas pergerakannya. Dari kondisi diam, tikus sawah mampu melompat lebih dari satu meter dan meloncat >50 cm. Jarak lompatan dan tinggi loncatan bertambah apabila tikus memulainya dengan awalan/berlari. Meskipun tidak pandai, tikus sawah dapat memanjat (climbing) benda-benda yang permukaannya relatif kasar. Pada saat banjir, tikus sawah mampu memanjat pohon dan bertengger untuk sementara waktu hingga keadaan lingkungan membaik.

Tikus sawah tergolong perenang tangguh. Cara berenang tikus sawah adalah dengan menendangkan tungkai belakangnya secara bergantian, moncong selalu di


 


atas permukaan air, dan ekor mengimbangi gerakan kedua tungkai yang sedang mendayung. Kemampuan berenang biasanya digunakan untuk menyelamatkan diri dan menyeberangi sungai saat migrasi.

Selain berenang, tikus sawah juga mampu menyelam hingga >1 menit. Ketika menyelam, kedua tungkai belakang dijejakkan dengan kuat sehingga mendorongnya melaju dengan cepat. Saat meloloskan diri dari predator, tikus sawah menyelam dan muncul di tempat lain hingga >10m.

V.            KEMAMPUAN BELAJAR TIKUS

Otak tikus sawah berkembang sempurna sehingga memiliki kemampuan belajar dan mengingat, meskipun sangat terbatas dibanding manusia. Tikus sawah mampu mengingat letak sarang, lokasi sumber pakan dan air, serta pakan beracun yang menyebabkan sakit. Berkaitan dengan kemampuan komunikasi, tikus mengeluarkan suara peringatan untuk menyampaikan bahaya dan penanda territorial. Air seni juga sebagai penanda wilayah, pembawa pesan tingkat sosial, dan kondisi birahi tikus betina (feromon seks).

Selain itu, tikus juga memiliki kemampuan untuk mencurigai (neophobia) setiap benda baru (termasuk pakan) di lingkungannya, sehingga akan menghindari kontak dengan benda tersebut. Tikus juga memiliki kemampuan untuk tidak memakan umpan beracun tanpa didahului pemberian umpan pendahuluan (pre-baiting). Tikus yang mencicipi/memakan sedikit umpan beracun akut dan tidak mati (tetapi sakit), akan mengingatnya sehingga pengumpanan lanjutan kadang mengalami kegagalan (umpan tidak dimakan).


Seperti halnya binatang lain, untuk mengantispasi kedaan darurat, induk betina selalu membuat 2-3 pintu darurat untuk meloloskan diri jika ada ancaman yang masuk sarangnya. Ketika diempos (fumigasi), induk betina menyumbat lubang sarang dengan tubuhnya agar anak-anaknya selamat.

VI.          FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POPULASI TIKUS

Ada dua faktor yang memengaruhi perkembangan tikus yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalan meliputi kemampuan tikus dalam berkembang biak, perbandingan jenis kelamin, sifat mempertahankan diri, daur hidup, dan umur. Sedangkan faktor luar terdiri atas faktor fisis (suhu, kisaran suhu, kelembaban/hujan, cahaya/warna/bau dan angin), makanan (kuantitas dan kualitasnya), dan hayati (predator, parasit, patogen dan daya kompetisi). Dalam hal ini yang perlu dingat bahwa keberadaan hama selalu bergantung pada daya dukung lingkungan, ketersediaan pakan dan air serta ruang/tempat tinggal.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Techniques manual for rodent management in Southeast Asia. CSIRO wildlife and ecology. Rodent research group. Canberra.

Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian. 2018. Mudah Kendalikan Hama Tikus pada Tanaman Jagung.

Meehan AP. 1984. Rats and Mice. Their Biology and Control. West Sussex : Rentokil Ltd. Murakami O. 1992. Tikus Sawah. Laporan Akhir Kerjasama Teknis Indonesia-Jepang Bidang Perlindungan Tanaman Pangan (ATA-162). Ditlintan. pp: 1-12

Articles

Related Articles